Kehadiran teknologi informasi menyebabkan terjadinya perubahan perilaku kepada penggunanya. Perubahan perilaku ini terkadang baik dan tidak jarang juga buruk, tentunya kita harus menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Dimanapun perubahan selalu menghadirkan pertentangan, hal ini terjadi karena tidak sedikit yang mulai nyaman dengan pola yang ada, sebaik apapun tujuan yang dibuat orang-orang yang mulai nyaman ini akan sulit diubah dan tidak jarang menunjukkan penolakan/resistensi. Dalam tulisan ini, saya ingin sedikit bercerita penerapan aplikasi baru yang coba saya terapkan di beberapa tempat dan pengalaman atas penolakan yang dimaksud.
Baiklah, beberapa aplikasi yang saya buat untuk diterapkan dilingkungan dimana saya merupakan bagian dari sistemnya dapat anda lihat pada menu portofolio di atas. Tapi sebelum kesana saya akan bercerita mengenai aplikasi (from scratch, bukan cms seperti joomla atau wordpress) yang saya buat pertama kali yaitu aplikasi pendaftaran dan pengumuman Try Out USM STAN.
Try Out USM
Baiklah aplikasi ini adalah aplikasi pertama saya. Isinya hanya memuat biodata peserta TO, dan di akhir acara akan memuat hasil TO yang dapat dibuka melalui fitur pencarian. Seperti pengumuman SNMPTN, anda hanya perlu menginput no peserta dan aplikasi akan memperlihatkan hasil TO anda.
Penerapan aplikasi ini memiliki tingkat penolakan yang relatif kecil karena tidak ada culture lama yang saya ubah dengan aplikasi ini. Organisasi yang terpengaruh juga sedikit sekali dan semua personel komitmen untuk satu tujuan yang sama. Atas faktor tersebut maka resistensi terhadap teknologi informasi yang saya temukan sangat kecil.
SIAPDa dan SIMDA (untuk simda adalah produk organisasi)
Kedua aplikasi di atas adalah aplikasi yang penggunaannya punya kekuatan mengikat yang memaksa penggunanya untuk berubah. Oleh karena itu resistensi terhadap aplikasi ini tidak pada tahap implementasi tetapi pada tahap perencanaan penggunaan. Penolakan ini jika saya boleh berpendapat lebih karena hal-hal berikut:
- Aplikasi ini hadir untuk memudahkan pekerjaan, sehingga banyak posisi pegawai yang akan terpengaruh karena pekerjaannya dipangkas
- Aplikasi ini memiliki pengendalian yang kuat sehingga untuk orang-orang yang nyaman dengan kebebasan fraud, aplikasi ini adalah ancaman bagi mereka
- Aplikasi ini memaksa pengguna untuk mengikuti prosedur-prosedur yang selama ini mungkin tidak pernah dilakukan, sehingga bagi mereka yang sudah nyaman dengan kemudahan sistem yang lama akan menolak. Meskipun penambahan pekerjaan tersebut diikuti dengan perbaikan pada proses menuju tujuan organisasi
SIMOKU Terintegrasi
Aplikasi SIMOKU sendiri selain digunakan dikantor lama, beberapa modulnya saya gunakan ulang untuk digunakan sebagai portal materi kelas (walaupun ini tidak digunakan oleh kelas saya yang lebih senang menggunakan google drive). Simoku sendiri terdiri dari beberapa modul yaitu:
- Modul knowledge sharing yang dulunya digunakan untuk berbagi materi program pelatihan mandiri di kantor
- Modul katalog peraturan perundang-undangan
- Modul e-Cuti dimana semua pegawai bisa menatausahakan cuti dan tidak perlu bertanya ke kepegawaian lagi untuk melihat sisa cutinya
- Modul disposisi dan penugasan yang memuat trace sebuah kegiatan mulai dari surat masuk, disposisi pada pihak terkait, tindak lanjut surat masuk yang dimulai dari penugasan sampai kepada pelaporan penugasan
- Integrasi ketersediaan pegawai di kantor dan tidak sedang bertugas
Aplikasi ini pada kantor yang lama tidak memiliki aturan mengikat. Aturan yang ada hanya kesepakatan dengan Bagian yang membidangi kepegawaian untuk mengkompilasi seluruh materi PPM, sedangkan modul yang lain tidak dapat digunakan karena pegawai cenderung menolak dengan berbagai alasan. Dan salah satu yang saya lihat sangat mengganggu, mereka lebih senang menggunakan whatsapp yang tidak terdokumentasi dan menyerahkan urusan pencatatan dan pembuatan surat cuti etc kepada Bagian Kepegawaian atau Sekretaris Bidang (Syndrome pejabat yang menjangkiti bawahan kebanyakan).
KELASKOSONG.MN
Aplikasi ini adalah alasan saya membuat tulisan ini. Sebelumnya saya akan bercerita sedikit mengenai aplikasi yang satu ini. Aplikasi yang satu ini adalah aplikasi dimana pengguna (dalam hal ini ketua kelas) memposting ruang kelas apa saja yang akan dia gunakan setiap harinya. Tujuannya agar dapat mudah terlihat ruang kelas mana saja yang available, terlihat dari keterangan bahwa belum ada ketua kelas yang melakukan tag atas kelas tersebut. Simple dan mudah bukan. Tetapi setelah saya jelaskan ini itu mengenai tujuan aplikasi ini dan cara penggunaan, sebagian besar ketua kelas (malah pada tempat yang saya paling banyak memberikan penjelasan) tidak melakukan registrasi. Dibandingkan melakukan posting pada wadah yang sudah saya siapkan dengan free mereka lebih memilih cara lama dengan menulis pada whatsapp seperti tulisan ini:
[12/11/2015, 15:36] +62 856: (Repost) Permisi, butuh ruangan kuliah nih kakak utk minggu depan:
1. Senin, 14 Desember jam 14.00
2. Selasa, 15 Desember jam 14.00
3. Rabu, 16 Desember jam 14.00
Barangkali ada rekan2 kelas lain yg memilih libur minggu dpn, bisa melimpahkan ruangannya.
[12/11/2015, 16:36] +62 856: Teman2, info kelas kami minggu ini pakai ruangan sbb:
1. Senin jam 14.00 di I107
2. Selasa jam 10.30 di I107
3. Selasa jam 14.00 di I103
4. Rabu jam 14.00 di I208
5. Kamis jam 14.00 di I107
Mudah2an gk ada yg bentrok.
[12/13/2015, 18:34] +62 896-7886-2905: Kalo menurut saya pribadi ya mas, untuk prodip pajak saat ini blm begitu perlu, mengingat akses untuk membuka website tsb sangat sulit dibandingkan dgn di grup WA. Kebetulan sudah ada wadah sendiri di grup wa kami untuk jadwal kelas kosong begktu
You see what I'm doing? Bro kalau udah ada wadah kalian bisa memantau dengan cara terkomputerisasi dan terintegrasi, ngapain masih minta tolong masgih buat mantau secara manual. Nah untuk yang ini gw g bisa ngasih penjelasan mengenai apa penyebab resistensi semacam ini.
Dan sampai sekarang saya sendiri belum bisa menemukan bagaimana agar memanage resistensi selain dari hadirnya peraturan yang mengikat pengguna. Hadirnya whatsapp dan sosial media ringkas lainnya menurut gw menjadi salah satu penyebab mengapa banyak informasi tidak dapat dibagikan secara terstruktur. Dengan twitter orang lebih suka kultwit dibandingkan membuat blog. Padahal twit tidak friendly searchable seperti blog, dan dengan mudah hilang ditelan waktu. Dengan whatsapp informasi yang dibagikan tidak terstruktur dan mengalir ngalor ngidul. Bagaimana anda bisa memantau penggunaan kelas jika topik sudah bergesar kemana-mana, bukankah forum yang lebih terstruktur seperti kaskus, atau yang dapat anda kembangkan sendiri seperti forumbb bisa lebih memudahkan mereka yang ingin mencari informasi. Dan salah satu puncak kekesalan saya adalah bagaimana kampus yang orang internal saya bangga-banggakan ini tidak mempunyai web yang diupdate dengan kegiatan kampus, portal mahasiswa memadai, dan digital library yang memuat tulisan tulisan ilmiah mahasiswanya.
Yah kemudahan teknologi whatsapp dan social media mungkin sedikit banyak mengaburkan tujuan tradisional untuk pengembangan tulisan dan ilmu serta pembagian informasi yang terstruktur dan mudah dicari. Jika kalian bisa mengetik langsung chat/status pendek, kenapa harus bersusah payah membuka aplikasi dengan segala prosedurnya. Begitu mungkin yang ada dipikiran banyak orang.
Baiklah sekian tulisan berbagi pengalaman dari gw, mudah-mudahan dapat banyak membantu teman-teman yang juga mengalaminya. Keep posting dan selamat blogwalking kawan-kawan